Minggu, 04 Juli 2010 10:27:59
“Wah, pesta bola berakhir seminggu lagi ya... Selesai sudah hiburan bermutu di televisi, lha acara liyane ki jan njelehi kabeh je...” ujar Dadap dengan nada lesu.
Namanya juga pesta, pasti ada selesainya juga ta, Dap... mosok, pesta kok terus-terusan... Bisa bikin rugi para pengusaha...” sahut Suto yang malam itu datang agak larut malam di angkringan Pakdhe Harjo.
“Lha kok bisa rugi, Kang Suto... Apa hubungannya... wong pesta bolanya jauh di sana, di Afrika Selatan, perusahaannya di sini... Rak dhong aku, Kang...” Dadap menimpali.
“Bagaimana tidak... Karena pada sering begadang nonton bola, bangunnya kesiangan. Berangkat kerja telat, di kantor dha nglentruk kaya pitik thelo... Kan produktivitasnya jadi berkurang, bisa merugikan perusahaan ta...” Suto terpaksa njlentrehake sebab-musabab tersebut.
“O... begitu ta... tapi Kang, mbok ndak ada Piala Dunia pun, teman-teman juga sering telat datang di tempat kerja, dan sering pada ngelentruk di tempat kerja... Itu gejala apa ya,” Dadap mencoba berargumentasi.
“Bicara soal produktivitas, SDM kita memang kalah kok dibandingkan dengan pekerja di China dan Vietnam. Mereka lebih sigap dan giat bekerja, tidak nglelet seperti pekerja kita pada umumnya,” Suto memaparkan.
“Mosok begitu ta Kang... makanya tidak heran ya kalau kemajuan ekonomi mereka lebih pesat ketimbang kita... Kalau begitu, bahaya no, bagi bangsa kita, karena akan semakin ketinggalan dari tetangga kanan-kiri...” tanggap Dadap.
“Wooh, itu belum apa-apa Dap. Nanti, mulai 2015, persaingan di antara bangsa-bangsa di Asia Tenggara akan makin kenceng lho, karena mulai tahun itu kan diberlakukannya penggabung an ekonomi alias penggabungan pasar Asean beserta segala konsekuensinya,” ungkap Noyo.
“Memangnya kenapa kalau ekonomi Asean digabung, Kang Noyo... Buat kami-kami rakyat kecil ini, apalah artinya penggabungan pasar itu... Sik penting, Pasar mBeringharjo masih ada ya ndak masalah... Yang masalah itu kan tadinya enak-enak jualan di Pasar Ngasem, eh pasare dibubarkan...” tutur Dadap sekenanya.
“Lha kamu ini ndak pernah mbaca koran kok Dap. Dengan penggabungan ekonomi Asean, berarti tukang batu dari Filipina boleh bekerja di Indonesia, tukang kayu Malaysia bebas bekerja di Jakarta, bakul gudeg dari Jogja leluasa berjualan di Singapura, dan sebagainya...” Suto membantu menjelaskan.
“Masalahnya, Dap, kalau tukang-tukang dari negara tetangga itu bebas bekerja di tanah air kita, mau dikemanakan tukang-tukang kita yang keterampilannya mungkin kalah ketimbang rekan sejawat mereka dari negeri jiran itu... Belum lagi tenaga profesional seperti bankir, dokter, pengacara, dan sebagainya bebas bekerja di masing-masing negara anggota Asean... Ini ancaman bagi kita Dap,” kata Noyo.
“We lha, kok ngeri banget begitu, Kang... Lha kok pemerintah kita membolehkan... Apakah pemerintah kita tidak mikir bahwa bangsanya belum sepintar dan seterampil bangsa lain... Mana sekolahan sekarang ini mahalnya setengah modar, banyak anak-anak dari golongan tak mampu tidak sanggup bersekolah...” ujar Dadap sambil ngampet amarah.
“Itu kan keputusan yang sudah dilakukan oleh pemerintah kita selama bertahun-tahun silam, yang ketika itu merasa sok tahu bahwa masyarakat kita pada tahun 2015 nanti diimpikan sudah maju... Eh, ternyata sekarang ini semuanya malah jadi serba sulit... Apa-apa mahal... Ini yang tidak diperkirakan oleh para pejabat kita...” Noyo menambahkan.
“Mungkin tidak semenakutkan itu ya kondisinya nanti... Sebenarnya, masih ada waktu sekitar lima tahunan bagi Indonesia untuk menyiapkan segala sesuatunya menyambut penggabungan ekonomi Asean itu... Jadi, jangan hanya bersedih dan menggerutu...” kata Suto.
“Itu terjadi gara-gara bangsa kita ini telmi kok, Dap... Bereaksinya setelah ancamannya menjadi kenyataan,” kata Noyo.
“Apa itu kang telmi...” Dadap bertanya penasaran.
“Ya seperti kamu itu...telat mikir, ha ha ha...” Noyo tak sanggup menahan cekakaan-nya.
di kutib dari=
Oleh Ahmad Djauhar
KETUA DEWAN REDAKSI HARIAN JOGJA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar